Manabe menatapku seolah yang kutanyakan padanya mendapatkan jawaban ya. Namun aku tidak percaya, Mustahil bagiku. Aku langsung kembali masuk ke dalam kelas, lalu mencari sosok yang dari tadi aku dan Manabe bicarakan. Namun, ia tidak ada di sini.
“Ia tidak berada disini.” ujar Manabe tiba-tiba. Aku menoleh padanya. “Ia berada di atap.”, lanjutnya. Kami berdua langsung berjalan menuju tangga ke atap.
Benar, ia ada di sini. Namanya Tadase. Dia lah yang disangka Manabe sebagai orang yang merencanakan ini semua. Dan, kini, dengan santainya, ia melihat kami berdua yang menatapnya tajam. Ia tidak terlihat terkejut, namun seperti menunggu kami disini, untuk bertemu dengannya.
“Kalian pasti mencariku, kan?”, tanyanya dengan suaranya yang sedikit berat. Manabe menghela nafasnya begitu mendengar reaksi Tadase.
“Sudahlah, kami sudah mengetahui siapa kau sebenarnya! jangan berpura-pura lagi sebagai Tadase!” seru Manabe. Tadase kembali tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya dari kami berdua.
“Hidup itu mudah, kalian hanya tinggal memilih apakah menjadi diri sendiri, atau menjadi orang lain. Seperti yang pernah kau ucapkan, Touko, hidup itu tidak membosankan, ya kan?” tanyanya.
“Dimana ponsel itu, Tadase?”, tanyaku. Sehingga ia kembali menatapku dengan tatapannya yang sedikit menakutkan bagiku.
“Tentu saja berada di orang yang selama ini kamu percaya, apa kamu tidak menyadarinya?”. Ucapannya membuatku berfikir, siapa orang yang selama ini aku percaya? Apa ucapan itu di maksudkan kepada Manabe?
Tadase mengalihkan pandangannya ke Manabe. “Kamu juga tentunya mengetahui di mana ponsel itu berada kan? Namun, kamu masih terlalu ragu untuk mengambilnya. Padahal, mengambil ponsel itu darinya sama mudahnya dengan waktu itu kamu mengambilnya dariku.”
Kedua alis Manabe bertaut. Semuanya kembali menjadi misteri. Dan sampai ponsel itu belum di temukan, mungkin aku belum bisa melihat Yui kembali.
Tadase menghampiriku. “Jika kamu bergesa-gesa, jangan takut untuk terjatuh. Kau pernah mengatakan itu juga, kan?”
“Kalian pasti mencariku, kan?”, tanyanya dengan suaranya yang sedikit berat. Manabe menghela nafasnya begitu mendengar reaksi Tadase.
“Sudahlah, kami sudah mengetahui siapa kau sebenarnya! jangan berpura-pura lagi sebagai Tadase!” seru Manabe. Tadase kembali tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya dari kami berdua.
“Hidup itu mudah, kalian hanya tinggal memilih apakah menjadi diri sendiri, atau menjadi orang lain. Seperti yang pernah kau ucapkan, Touko, hidup itu tidak membosankan, ya kan?” tanyanya.
“Dimana ponsel itu, Tadase?”, tanyaku. Sehingga ia kembali menatapku dengan tatapannya yang sedikit menakutkan bagiku.
“Tentu saja berada di orang yang selama ini kamu percaya, apa kamu tidak menyadarinya?”. Ucapannya membuatku berfikir, siapa orang yang selama ini aku percaya? Apa ucapan itu di maksudkan kepada Manabe?
Tadase mengalihkan pandangannya ke Manabe. “Kamu juga tentunya mengetahui di mana ponsel itu berada kan? Namun, kamu masih terlalu ragu untuk mengambilnya. Padahal, mengambil ponsel itu darinya sama mudahnya dengan waktu itu kamu mengambilnya dariku.”
Kedua alis Manabe bertaut. Semuanya kembali menjadi misteri. Dan sampai ponsel itu belum di temukan, mungkin aku belum bisa melihat Yui kembali.
Tadase menghampiriku. “Jika kamu bergesa-gesa, jangan takut untuk terjatuh. Kau pernah mengatakan itu juga, kan?”
Aku kembali ke apartemen yang ditempati oleh Yui. Sudah berulang kali aku ke kamarnya, ke seluruh pelosok apartemennya, namun selalu tidak mendapatkan petunjuk. Bahkan sedikit pun tidak.
Manabe sedang berada di sekolah, ia berusaha untuk mendapatkan petunjuk. Walaupun sudah ribuan kali kami mengeceknya. Namun hasilnya tetap saja nihil.
Yui sangat misterius bagiku. Kukira di balik senyumnya, takkan ada hal yang merumitkan seperti ini. Namun satu yang bisa kupastikan, semua yang terjadi ini, tidaklah palsu.
0 komentar:
Posting Komentar