Subscribe:

Pages

Sabtu, 09 November 2013

Beberapa fakta populer dan isimewa tentang Indonesia di mata dunia

  1. PT.PAL sukses membuat salah satu kapal terbaik di dunia "Star 50" berbobot 50,000 ton. Salah satu negara yang memesan kapal ini adalah Singapura    
http://hermawayne.blogspot.com


  2.  Di singapura, Gamelan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar pada hampir sebagian wilayahnya.
http://hermawayne.blogspot.com

Membuat SILHOUETTE pada potoshop

LANGKAH-LANGKAHNYA:
1. Pilih Foto yang akan di jadikansilhouette. Saya akan pilih foto yang satu ini :

Untuk Download Klik Disini

2. Seleksi gambar yang akan dijadikan

Jumat, 08 November 2013

Mempertajam foto tanpa mengakibatkan efek noise di potoshop

Tutorial Photoshop kategori Foto Effect kali ini adalah bagaimana cara mempertajam foto tanpa mengakibatkan noise berlebihan atau efek noise. Tutorial ini sangat cocok bagi anda yang hobi fotografi dengan menggunakan kamera hp yang beresolusi rendah dan lensa yang kurang bagus sehingga foto terlihat kurang detail. Ok, mari kita belajar photoshop bersama tutorial ilmugrafis 

Catatan: Bagi yang masih awam Photoshop pelajari dulu Photoshop Dasar , Tutorialnya:

1. Buka foto yang akan kita edit dengan Photoshop (File >> Open >> Pilih Foto, disini saya menggunakan

Memanjangkan rambut dengan potoshop

Berikut ini langkah - langkahnya:

1. Masukkan foto kamu
property of ilmugrafis

2. Seleksi bagian rambut dengan

Kamis, 07 November 2013

Membuat efek terminator pada potoshop

Kemaren saya membuat tutorial tentang membuat effect bola api, nah sekarang mas Fariz akan kembali membuat tutorial Photoshop yaitu Membuat Effect Terminator di wajah, pokoknya keren deh. Langsung saja, nih simak cara-caranya

1. Pertama-tama, seperti biasa dan memang biasanya dan harus, hehe, buka photoshopnya :) 

2. Trus buka gambar yang mau

Senin, 04 November 2013

personil baru jkt ..

2 Personil Baru JKT48 Pindahan dari AKB48

Ditulis Oleh : Bagus · Kategori : Artis
Kali ini Bagus akan membagikan info tentang 2 Personil Baru JKT48 Pindahan dari AKB48. Pada saat selesai konser AKB48 di Tokyo Dome, telah diadakan pergantian personil yaitu 2 anggota AKB48 pindah ke JKT48. 2 orang personil AKB48 yang ikut bergabung jadi personil tetap idol group JKT48 adalah Aki Takajo atau lebih dikenal dengan nama Akicha dan Haruka Nakagawa atau lebih dikenal dengan nama Harugon.
1. Aki Takajo (Akicha)
2. Haruka Nakagawa (Harugon)
Hal ini diumumkan saat AKB48 dan 48 Family lainnya sedang mengadakan konser di Tokyo Dome, tanggal 24 Agustus 2012. Tidak hanya mereka berdua, beberapa member AKB48 lain juga terkena re-shuffle atau perubahan susunan dari tim atau grup. Seperti Sae Miyazawa yang kini berganti grup dari AKB48 ke SNH48. Program re-shuffle ini memang sudah dicanangkan produser AKB48, Yasushi Akimoto, sejak bulan lalu.
Pindahnya dua member AKB48 ke JKT48 disambut dengan positif oleh Gaby, salah satu member JKT48. “Benar-benar selalu penuh kejutan diluar perkiraaan.. mantap itu! yeey Akicha & Harugon!” tulisnya melalui akun Twitter resminya. Konser 48family di Tokyo Dome berlangsung selama 2 hari pada tanggal 24 sampai dengan 25 Agustus 2012

fakta fans jkt ..

Berikut ini saya akan memaparkan beberapa Fakta-Fakta Fans Jkt48 :

1. Alay / Lebay

Fans Jkt48 adalah Fandom paling alay di Indonesia, mereka selalu berlebihan dalam segala hal, ini juga yang membuat Jkters (Jkt48 Haters) senang karena lucu melihat kelakuan mereka yang najis tralala kalau udah marah-marah XD

2. Jomblo

Kebanyakan Fans Jkt48 itu berstatus lajang, karena selalu bermimpi dapat berpacaran dengan personil Jkt48 sehingga mereka rela menunggu sesuatu yang mustahil dan kalau pun ada yang udah punya pacar, jarang sekali mereka mengumbar-umbar kesesama teman fans Jkt48 karena malu punya pacar lebih jelek dari Oshi'nya.

3. Tukang Palak

Banyak Fans Jkt48 terlalu Fanatik mendukung Jkt48 sampai semua Photopack, Merchandise atau semua yang berhubungan dengan Jkt48 di beli / di koleksi, mereka juga sering menghabiskan Pulsa untuk mendukung Jkt48 di Ajang Penghargaan dan juga mereka selalu hadir di setiap perform atau datang ke Theater sedangkan rata-rata fans Jkt48 itu pengangguran, pelajar dan Bocah. Karena tidak punya uang untuk memenuhi Obsesinya mendukung Jkt48 Mereka kerap Memalak atau meminta uang secara paksa kepada orang lain khususnya cewek Hati-hati kalau berada di dekat gerombolan Fans Jkt48.

4. Emosional

Seperti yang sudah kita ketahui mayoritas Fans Jkt48 adalah Laki-laki lebih suka memakai emosinya, lebih suka bermain fisik dibanding logikanya, fans Jkt48 mudah sekali marah kalau ada orang yang nyindir / ngehina Jkt48, dan menjadi satu-satunya fandom di Indonesia yang tidak menerima adanya Haters, dengan cara ngeHack / maling akun-akun punya Jkters (Jkt48 Haters) dan itu malah membuat semakin banyak yang benci kepada Jkt48, Ingat kalau ada Lovers pasti ada Haters !!

5. Budaya Memancing (Troll)

Maksudnya bukan memancing ikan, melainkan kebiasaan buruk Fans Jkt48 yang suka memancing amarah, memprovokasi dan suka mengadu domba antar fans, bahkan mereka rela ngehina Idolanya sendiri untuk memuluskan rencana busuk mereka, biasanya berkata-kata baik dan menjebak jika sampai terpancing emosi dan dibaca oleh fans yang Idolanya sedang dibicarakan dan akhirnya saling ngehina maka strategi fans Jkt48 itu berhasil. Jadi Hati-hatilah dengan setiap pertanyaan dari fans Jkt48, yang menjebak dengan niat busuk untuk menjelek-jelekan Idola kalian.

6. Sering ngeHina Idola lain melalui Meme Comic

Fans Jkt48 75% penggemar Meme Comic, yang sedang ngetrend di kalangan pengguna internet. untuk yang tidak tahu Meme Comic bisa cari di Google. kelakuan Fans Jkt48 dalam membuat Meme Comic pun sangat busuk mereka sering menjadikan Justin Bieber, Sm*sh, Coboy Junior dan Super Junior sebagai bahan untuk menjelek-jelekan, bahkan ngehina lewat Meme Comic mereka menjadikannya sebagai lucu-lucuan, yang menjengkelkan untuk Fans yang Idolanya di jelek-jelekan oleh Fans Jkt48.

7. Lebih suka tampang daripada Kualitas

Kebanyakan Fans Jkt48 tidak memperdulikan Jkt48 tampil Lipsync, Suara atau Dance yang jelek, yang terpenting untuk mereka dapat melihat wajah cantik dan paha personil Jkt48, tentu saja ini bertentangan dengan pecinta musik sejati yang mengutamakan suara sebagai penyanyi, di Jkt48 suara bagus bukan jaminan dapat bergabung ke Jkt48 karena tampanglah yang utama.

Mungkin segitu aja beberapa Fakta dari Fans Bodoh Jkt48, sebenarnya masih banyak lagi kebodohan-kebodohan dari Fans Jkt48 yang ingin saya sampaikan tapi cukup sekian dan trims.


There I was again tonight. I invited to join a party with all my beloved friends. I was happy since I can meet my old friends there. On my way, it has gone happily but, then, when I was there, everything wasn’t as well as what I have imagined. I was forcing myself to laugh with faking smiles. There was full with walls of insincerity. Then when all have been same old tired, I was shifting my eyes and I found a vacancy of love. I couldn’t enjoy everything but him. What I have felt before, it vanished when I saw his face. All I can see is that it was enchanting to meet him. It just like his eyes whispered “have we meet?”. Ohh God! his sillhouette crossed the room, and starts to make its way to me, then I founded in a lonely place.
“Hi, I’m Jhonatan, what’s your name?”
“Oh, my name is Taylor. Nice to meet you”
“What’s a great name. Nice to meet you too, taylor”
There was only both of us, then the playful conversation starts. I was countering all his quick remarks like passing notes in secrecy. Haha, what a great conversation. All I can say is I was enchanted to meet him. This night is sparkling and I don’t let it go. At 2 AM one game question kept me up, “who do you love?” I wonder till I’m wide awake.
I was wonderstruck with blushing all the way home. He made me crazy of love. His face is running up on my mind and I couldn’t throw it out. It is what we called as love, isn’t it? I know I’m pacing back and forth. In my life, he is the best boy that I ever met. My thoughts will echo his name until I see him again.
3 AM, I was in my own house. I was so sleepy then I went to my bed to have a sleep. Before I closed my eyes, I wish to meet him again, someday. “Tokk.. tok… tok…” I heard someone knock my door, that wake me up. I went to my door to open it. And you know, I don’t believe it, He was at my door. I would open up.
“Hey” he said.
I was getting stuck and I couldn’t speak.
“May I enter?” asked him.
“Of course, you may”
We were sitting on ottoman.
“I..” he whispered slowly closer to my ear “love you”
What is it? what’s kind of condition that I was facing? does he love me too? Is it true? Oh my God, This night is flawless, we were dancing around all alone. This is my praying that this was the very first page of my love story and not where the storyline ends.
“Please, don’t be in love with someone else” These are the words I held back as I was leaving too soon “Please, don’t have somebody waiting on you”.
“Kriiinnggg… krriiinnggg…” My alarm is ringing. I wake up from my bed, then I washed my face. I was looking for jhonatan and I be aware of I just have a dream.


Suatu saat mungkin kau akan merasakan rasa ini, ketika kau telah menjadi orang yang gagal dan tak mampu bangkit lagi. Ketika semua orang tak menganggapmu ada, ketika semua orang tak ada yang peduli akan kehidupanmu.
That`s was all of my experience for being a poor person but that was then I realize that I can do all by myself don`t care about what they say, don`t care about themselves. And then I think that my mom wasn’t care about me too she always care about my cousins that`s all.
From it, I learned how to be a smart person without care about them. From it, I call myself to be a strong woman and a strong person I won’t give up on my journey. Aku bahkan tak peduli apa kata keluarga ku sendiri yang penting aku dapat tetap berdiri tegak dan aku dapat menjalani takdir ku aku dapat belajar tentang apa yang aku belum pahami dan sejak itulah gaya belajar ku berubah 360 derajat, aku rasa inilah kesempatan ku untuk maju dan maju.
Ternyata memang allah memberikan yang terbaik sesuai kriteria otakku aku mendapat banyak sanjungan dari para guru guru ku di sekolah baru ini walau aku sedikit merasa aku lah yang terpandai aku tak boleh sombong aku harus berada pada jalanku menuju target dan impian-impian manis ku.
Soal siapa yang akan jadi pemenangnya, itu hanyalah urusan belakang sekarang hanyalah urusanku dengan otakku dan Allah. Biar orang berkata aku tak bisa, aku hanya perlu optimis dan berharap semoga memang jalan itu ada. Jalan menuju hidup yang lebih baik tanpa ada halangan dan lecehan dari orang-orang sekitar.
Jujur aku telah bosan dengan mereka, sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang yang merugi karena tak pernah memanfaatkan waktu mereka dengan hal-hal yang lebih baik. Aku hanyai ingin menunjukkan kepada kalian semua bahwa mimpi-mimpi ku akan terwujud suatu hari dan omongan kalian hanyalah sebuah omong kosong.
Mungkin kau pun juga akan tak percaya bahwa suatu saat nanti aku akan sukses tapi, aku akan buktikan pada kalian kesuksesanku nanti. sebelumnya, aku adalah orang yang sulit disuruh belajar, malas, tukang rebut. Sejak kegagalanku ini, aku berubah. Dan akan terus berubah.


Mata ini panas kembali. Teringat semua yang sudah berlalu. Aku selalu ingat tentang semua yang kau ucapkan padaku. Semua yang telah membuat hati ini menjadi sebuah serpihan, layaknya paku-paku yang berterbangan di jalan.
Entah kenapa? Apa yang kau rasakan saat itu. Saat engkau mengejek ku dengan sebutan yang tidak seharusnya kau sebutkan. Kau sebutkan semua yang ada dalam kebun binatang. Pantaskah itu? Dimana etika mu?
Marah? Kurasa saat itu aku tak berbuat kesalahan padamu. Jengkel? Saat itu aku hanya diam ketika kau memarahiku dengan sebutan yang tak selayaknya itu.
Lantas? Salah dimana aku? Jika memang, aku terlalu salah dalam dunia fana ini. Tak pernah benar di matamu. Kenapa kau membuat aku ada? Kenapa?
Sesak sekali, saat kau menyebutkan aku tak berguna. Aku tidak seperti kakak ku yang lain. Kau selalu membanding-bandingkan aku dengannya. Ayah.. aku punya perasaan. Aku hanya manusia biasa. Aku pun sama sepertimu.
“Tak ada yang sempurna.” Hanya itu yang selalu kusebutkan jika kau memarahiku kembali. Jelas! Pasti jika kau marah, kau hanya ingin membanding-bandingkan ku dengan kakakku, bukan?
Itu hanya membuat lubang di hatiku bertambah lebar. Aku sudah berusaha semampu ku untuk berubah. Aku sudah mengikuti apa yang kau minta. Tapi menurut penilaianmu?
Tetap saja, kau terus memujiku dengan perkataan yang kotor. Sakit, yah! Sakit sekali…
Aku masih bertahan akan hidupku ini. Untung aku mempunyai Ibu yang baik dan sayang kepadaku. Beliau selalu membelaku saat aku sudah mempasrahkan badanku yang lebam
akibat kau cabik dengan ikat pinggang besarmu. Ya… saat itu! Aku merasakan hidupku mulai akan mati. Mati secara
perlahan tepatnya.
Tapi, kenapa? Jika Ibu mulai membelaku. Kau malah mencabik Ibuku? Orang yang paling aku sayangi? Dia bela-bela untuk bekerja demi keluarga, tapi balasan darimu apa? Apa? Kau hanya terus melukai dan melukainya.
Apakah kau marah, Yah? Marah dengan Ibu. Marah karena dahulu kau dijodohkan dengannya oleh nenek ku? Yang seharusnya kau menolak. Tapi, Ibu malah menyetujuinya? Iya, kah?
Ibu cinta sama Ayah. Ibu sayang sama Ayah. Tapi kenapa Ayah tega dengannya. Ibu rela di dua-kan oleh Ayah. Demi kepuasan Ayah. Tapi balasan Ayah begini, kah? Keji sekali kau!
Saat pulang sekolah. Aku melihat Ibu sedang digebukki kembali olehmu dengan ikat pinggang. Ikat pinggang besarmu itu. Aku tak tega melihat beliau terus-menerus disakiti oleh perbuatan tangan dan mulut manis nan tajam mu itu.
Lantas? Aku harus apa? Ya… Sangat jelas, aku langsung membela Ibuku. Dan, akhirnya cabikan ikat pinggang besar itu sudah mengenai tubuh mungil ku ini. Aku tak bisa mengelak. Dia terus dan terus mencabik tubuhku hingga yang ku rasakan semuanya gelap.
“Aku berada dimana sekarang? Kok aku sendiri? Dimana yang lain? Apa yang sedang terjadi?” Batinku berbicara dan tiba-tiba saja ada sebuah cahaya terang. “Oh, aku sudah mati ternyata.” Umpatku. Disana terlihat malaikat-malaikat yang berwajah tampan. “Apakah aku sudah mati?” Aku bertanya demikian. Malaikat itu hanya diam. Dan tiba-tiba saja aku dituntun untuk mengikutinya. Entah ingin kemana. Yang jelas, tempat itu sangat berbeda dengan apa yang selama ini kurasakan.
“Mau dibawa kemana aku?” Dia terus saja berjalan. Awalanya biasa saja, lama kelaman. Malaikat itu berlari dan terus berlari dengan sangat kencang. Awalnya aku pun hanya berjalan dengan digandeng olehnya. Tapi lama kelamaan pun aku merasakan seperti sebuah kapas sehelai. Ya. Aku merasakan aku sedang terbang.
“Lihatlah!” Malaikat itu berhenti di sebuah pemakaman. Aku kenal dengan pemakaman ini. Pemakaman Bukit Indah. Persis berada dekat sekolah ku. Aku pun sering melewatinya.
“Benarkah aku sudah mati?” Tanya ku kembali. Ku lihat Ibu. Ibu yang satu-satunya ku sayangi. Dia menangis. Untuk kesekian kalinya aku melihat dia menangis.
Aku menghela nafas panjang. Aku tak tega melihatnya. Di samping Ibu, aku melihat kakak tiriku. Tidak menangis seperti Ibu, tapi wajahnya sangat terlihat sekali kalau dia sedih. Entahlah.. sedih karena apa? Semoga, sedih karena kehilangan.
Tapi, aku tak melihat Ayah? Ayah yang membuat aku mati seperti ini. Kemana dia? Tidak bertanggung jawab sekali. Sudah membunuh anak nya sendiri. Tapi tak datang ke pemakaman.
Aku menyentuh pundak Ibu. Tapi aku tak bisa. Akhirnya aku membisikannya. “Ibu jangan sedih. Deya disini baik-baik saja kok, Bu. Tidak usah tangisi Deya lagi. Deya ingin tenang di alam Deya. Suatu saat kita akan bertemu kok, Bu. Deya sayang sama Ibu. Deya juga sayang sama Ayah. Titip salam Deya ke Ayah ya, Bu. Selamat tinggal…”
Kurasakan tubuhku sekarang sudah jauh. Jauh sekali. Sampai sosok Ibu sudah tak terlihat lagi oleh kedua mataku. Semoga Ibu merasakan apa yang kukatakan tadi.


Manabe menatapku seolah yang kutanyakan padanya mendapatkan jawaban ya. Namun aku tidak percaya, Mustahil bagiku. Aku langsung kembali masuk ke dalam kelas, lalu mencari sosok yang dari tadi aku dan Manabe bicarakan. Namun, ia tidak ada di sini.
“Ia tidak berada disini.” ujar Manabe tiba-tiba. Aku menoleh padanya. “Ia berada di atap.”, lanjutnya. Kami berdua langsung berjalan menuju tangga ke atap.
Benar, ia ada di sini. Namanya Tadase. Dia lah yang disangka Manabe sebagai orang yang merencanakan ini semua. Dan, kini, dengan santainya, ia melihat kami berdua yang menatapnya tajam. Ia tidak terlihat terkejut, namun seperti menunggu kami disini, untuk bertemu dengannya.
“Kalian pasti mencariku, kan?”, tanyanya dengan suaranya yang sedikit berat. Manabe menghela nafasnya begitu mendengar reaksi Tadase.
“Sudahlah, kami sudah mengetahui siapa kau sebenarnya! jangan berpura-pura lagi sebagai Tadase!” seru Manabe. Tadase kembali tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya dari kami berdua.
“Hidup itu mudah, kalian hanya tinggal memilih apakah menjadi diri sendiri, atau menjadi orang lain. Seperti yang pernah kau ucapkan, Touko, hidup itu tidak membosankan, ya kan?” tanyanya.
“Dimana ponsel itu, Tadase?”, tanyaku. Sehingga ia kembali menatapku dengan tatapannya yang sedikit menakutkan bagiku.
“Tentu saja berada di orang yang selama ini kamu percaya, apa kamu tidak menyadarinya?”. Ucapannya membuatku berfikir, siapa orang yang selama ini aku percaya? Apa ucapan itu di maksudkan kepada Manabe?
Tadase mengalihkan pandangannya ke Manabe. “Kamu juga tentunya mengetahui di mana ponsel itu berada kan? Namun, kamu masih terlalu ragu untuk mengambilnya. Padahal, mengambil ponsel itu darinya sama mudahnya dengan waktu itu kamu mengambilnya dariku.”
Kedua alis Manabe bertaut. Semuanya kembali menjadi misteri. Dan sampai ponsel itu belum di temukan, mungkin aku belum bisa melihat Yui kembali.
Tadase menghampiriku. “Jika kamu bergesa-gesa, jangan takut untuk terjatuh. Kau pernah mengatakan itu juga, kan?”
Aku kembali ke apartemen yang ditempati oleh Yui. Sudah berulang kali aku ke kamarnya, ke seluruh pelosok apartemennya, namun selalu tidak mendapatkan petunjuk. Bahkan sedikit pun tidak.
Manabe sedang berada di sekolah, ia berusaha untuk mendapatkan petunjuk. Walaupun sudah ribuan kali kami mengeceknya. Namun hasilnya tetap saja nihil.
Yui sangat misterius bagiku. Kukira di balik senyumnya, takkan ada hal yang merumitkan seperti ini. Namun satu yang bisa kupastikan, semua yang terjadi ini, tidaklah palsu.


Musim semi telah tiba, terlihat tubuh gadis cantik masih berbalut selimut di atas tempat tidurnya. Yup! Dia adalah Manami Oku atau yang sering dipanggil Maachan, maachan ini orangnya pemalu dan pendiam, tetapi jika bertemu dengan teman yang menurutnya enak diajak ngobrol, dia jadi ceplas ceplos, dengan wajahnya yang blasteran, imut dan cantik. Dia murid baru di sekolah Majisuka.
tukk.. tukk.. tukk..
Terdengar suara langkah mamanya yang sedang menaikki tangga menuju kamar Maachan.
“Manamana… Maachan… Oku… Ayo bangun! Sudah siang, bukannya hari ini ada upacara penerimaan siswa baru ya?” teriak mama di depan pintu kamar maachan.
“upacara? Sekarang kan hari minggu, mana ada upacara? Libur kan?” ucap maachan setengah sadar yang membuat mama geleng-geleng kepala.
“ini hari senin Oku, kau kan jadi murid baru di sekolah Majisuka! Cepat mandi, nanti kau terlambat!” teriak mama lagi.
“oh… Ya udah deh, aku mandi nih!” pekik Maachan sambil beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil handuk untuk mandi.
Suasana sekolah
Gadis berambut pirang itu terlihat mondar-mandir di depan kelas, dia adalah Yasuko, ketua murid di kelas 10. Dia sedikit tegas dan terlihat galak, tidak heran banyak murid di kelas 10 sedikit takut. Tapi sebenarnya dia periang dan kalem, karena ketegasannya mungkin dia terlihat galak. Pada upacara penerimaan siswa baru dia terpilih menjadi ketua.
“Maeda san, kau dimana? Disuruh jangan telat, jam segini belum datang juga, bisa rusak nanti acara upacaranya!” gumam Yasuko sambil sedikit cemas.
Dia mengambil handpone dan segera menelpon wakilnya yaitu Maeda san.
“Maeda, ayo angkat telponnya” ucap Yasuko, berharap maeda sudah di perjalanan menuju sekolah.
“iya Yasuko, ada apa? Kau mau membuat mobilku ini menabrak pohon? aku sedang menuju sekolah nih.” pekik Maeda yang sedang menyetir mobil.
“huuuh… Aku kira kau masih berselimut menikmati mimpimu bersama pangeran, haha.. Maeda anak rajin!” ejek Yasuko kepada Maeda.
“haha, dasar pikiran jelek! Kalau pun aku masih bermimpi bersama pangeran, aku gak bakal angkat telponmu”. Ucap maeda.
“eh, ya udah, maeda cepatkan mobilmu, sebentar lagi kan upacara penerimaan siswa baru mau dimulai, jangan sampai kau terlambat gara-gara aku telpon” pekik Yasuko sambil mematikan handpone.
Di kamar Manami Oku..
Maachan terlihat suah rapi menggunakan seifuku (seragam) barunya di sekolah Majisuka, (bayangin aja deh, cute banget kayaknya Maachan pake seifuku, hahaha). Sebagai murid baru di Majisuka, kayaknya Maachan sudah girang, apalagi dengan twintailnya berbalut pita berwarna pink, dan tas ransel kelinci.
“waaah, terlihat lucu sekali!” ucap Maachan ketika bercermin.
Dia segera menuju ke bawah untuk menemui mamanya.
“hari ini, aku sarapan dengan roti ya ma! Makan nasi terlalu ribet, aku kan buru-buru.” ucap Maachan sambil mengoleskan selai anggur ke dalam rotinya.
“iya… Tapi nanti di sekolah, jangan sampai capek-capek ya, nanti bisa sakit” teriak mama yang sedang menggoreng telur.
“siiippp… Aku berangkat ya ma!” teriak Maachan keluar rumah.
Cerpen Karangan: Rostia Shafarina
Facebook: dde’Tiia LuVvh Tomiin’miiawh
Hay, nama aku Rostia Shafarina… Lahir : 5 Juni 1999, ya umurku 14-an lah~ mengingat umur yang gak anak2 lagi, hehe…
Aku sebenernya suka bikin cerpen dari kelas 6 sd, aku suka menyalurkan bakatku ini di laptop, aku sudah membuat cerpen hampir 10 judul cerpen. Dari tahun ke tahun pasti perkembangan cerpen karyaku makin berubah yah… ^~^ ingat saja! Waktu pertama aku bikin sebuah cerpen tepatnya 2010 waktu aku masih kelas 6 sd, kira-kira waktu aku umur 10 th. Sedikit berantakan dan gak nyambung. Dan kelas 1 smp, cerpen aku ada sedikit perubahan, waktu jamn smp sih, aku bikin cerpen itu tentang petualangan dan tentang cinta, tapi belakangan ini setelah aku udah kelas 1 sma aku mulai tertarik dengan anime gitu, dan kebetulan aku suka sama idol group asal Jepang yaoitu AKB48, jadi aku bikin cerpen ini terinspirasi dari Drama Jepang, Majisuka Gakuen, ya kayaknya ceritanya menarik, aku buat deh.. tapi alur cerita dari drama itu sama cerpen aku beda jauh banget, aku cuman ambil nama sekolah sama ambil nama-nama pemerannya aja, yang kebetulan ada member AKB48. itu menurutku, gak tau deh menurut pembacanya, kekekkeke… Udah dulu ya cerita tentang bioghrapy aku…


The weak will always hurt those weaker than them
Are the only choices available to bear it or die?
No, the world you live in is not so limited
If you’re stuck in a difficult situation,
it’s okay to retreat to somewhere safer
‘Pop’
Can’t you hear that?
The sound of something important to you disappearing..
.The Sound of Losing:.
Mizuki Kitahara. Namaku, Mizuki Kitahara. Kau bisa memanggil nama depan atau belakang. Karena aku tidak mempermasalahkan itu. Setiap liburan, aku selalu membantu sensei menyiram bunga dan merawat binatang. Karena aku, sangat menyukai sekolah. Aku menyukai untuk menghapus papan tulis yang kotor, aku menyukai setiap pelajaran yang diberikan, aku menyukai teman-teman dan tawa yang memenuhi kelas, aku suka perasaan bangga ketika ada yang memuji pekerjaanku. Perasaan senang ketika liburan tiba, perasaan sedih ketika harus berpisah. Aku menyukai semuanya.
Setidaknya itulah perasaan yang kuingat saat masih di taman kanak-kanak.
Seiring berjalannya waktu. Semua orang mulai berubah, semuanya berubah, aku pun berubah. Sekolah yang semula menyenangkan kini hanya menciptakan persaingan, di elementary school ketika kau mendapati nilai yang tinggi maka akan ada pujian. Namun bersamaan dengan itu terarah tatapan tajam dari yang lain. Orang pintar yang disuka namun dibenci.
Sejak saat itu, aku tidak lagi…
menyukai sekolah.
Satu hal yang masih kusuka dan tidak berubah adalah musim semi, aku menyukai baunya, aku menyukai setiap bunga yang mekar atau burung yang berkicau. Seandainya setiap hari, hanyalah musim semi.
Cerpen The Sound of Losing
Spring is a season when everything bursts into life.
The flowers, the trees, the grass, the birds and even people.
Namun, di musim semi kali ini.
“Kaia! Kaia!”
Kaia mati, seekor kucing pemberian mendiang ibu yang sudah seperti bagian keluarga kami. Aku hanya tinggal berdua dengan ayah. Maka kehadiran Kaia sangat memberi pengaruh. Aku tidak mengerti penyebabnya, seingatku Kaia dalam kondisi baik sesaat lalu hingga akhirnya terkapar begitu saja di beranda rumahku. Aku hanya menangis memeluk tubuhnya yang dingin dan kaku. Hingga akhirnya orang itu…
“Menakjubkan bukan?”
Datang tiba-tiba dan menjelaskan semuanya, kebenaran di balik kematian Kaia akibat mesin eksekusi yang dirancangnya. Shuuya Watanabe, menjelaskan semua hal menyeramkan dengan tanpa sedikit pun rasa bersalah. Sama sekali, seperti tidak mengerti bahwa orang di depannya adalah pemilik dari kucing yang dia bunuh dengan sadis.
“Kitahara, can’t you hear that? The sound of something important to you disappearing” ujarnya lagi kemudian pergi.
Padahal saat itu, aku melihatnya. Aku melihatnya dengan jelas, Shuuya empat tahun yang berlari dengan air mata, Shuuya kecil yang mengejar Ibunya. Shuuya yang terlihat lemah dan menyedihkan.
Was the little boy who ran away crying really the same person who talked tough infront of me now?
Orang itu… useless.
Shuuya Watanabe, ketika kau melihatnya sekali, kau tidak akan menemukan bahwa orang itu bermain dengan banyak masalah. Tapi di dalamnya, eksekusi mesin yang ia ciptakan, pembunuhan dan penganiayaan terhadap binatang yang dilakukannya secara berulang.
Karena aku sering mengeceknya, blog Watanabe tentang penemuan yang dibuatnya sendiri. Ia merancangnya, mencoba pada binatang kemudian dengan bangga memposting hasilnya berikut gambar dan secara detail mengenai gejala-gejala. Aku hanya melihat seperti ada monster kejam dalam diri Shuuya.
Hingga di Junior High school, ia semakin gila dengan mencoba penemuannya pada manusia bernyawa. Pada seluruh anggota keluarganya. Berikut teman yang terjebak dengannya, Naoki. Si bodoh yang mendapat tekanan mental hebat hingga tidak bisa lagi melanjutkan sekolah. Si bodoh yang berkeras ingin menjalin persahabatan dengan Shuuya, ia mengagumi sosok Shuuya yang pintar dan tenang, karena tidak pernah gusar meski tak memiliki teman. Meski pada akhirnya ia hancur di tangan orang yang dikaguminya sendiri.
Shuuya, semua mengenalnya sebagai orang menakjubkan. Superior, IQ di atas rata-rata. Berbagai penemuan dan olimpiade yang dimenangkannya. Namun, semua penemuannya, semua yang dirancangnya meski publik mengatakan untuk keamanan dan perlindungan bagi manusia atau alat agar orang jahat tidak bisa menyentuhmu. Semuanya itu, sebagai orang yang mengenalnya begitu lama, hanya terlihat seperti mesin eksekusi yang dimodifikasi.
Seperti yang ku bilang di awal tentang orang pintar yang disukai namun merekalah yang dibenci, tapi kukira alasan semua orang tidak mau terlibat dengannya adalah, karena Shuuya yang menutup dirinya. Ia merasa semua orang adalah bodoh, sampah dan tidak pantas untuknya. Itu pulalah alasan darinya mengenai pembunuhan brutal pada anggota keluarganya yang kubaca di blog pribadinya.
Ibu pergi ketika aku masih berumur empat tahun. Kemudian ayahku yang bodoh menikah lagi. In perfect accordance with natural law bahwa orang baik akan bersatu dengan yang baik, orang jahat akan bersama yang jahat begitu pula dengan orang bodoh tentu bersatu dengan yang bodoh lagi. Kemudian melahirkan anak yang bodoh pula, keluargaku kini terlihat seperti sekumpulan orang bodoh. Orang bodoh yang tidak akan mengerti kejeniusanku, maka aku membiarkan mereka bahagia dan menarik diri seperti monster.
Dan tidak lama kemudian, satu lagi orang bodoh datang, (Ini jelas tentang Naoki) mengganggu. Aku tidak butuh orang bodoh, maka aku menyingkirkan semuanya. Ini hanyalah pembataian kecil dan Juvenile law akan melindungiku, itulah alasanku atas semua yang ku perbuat.
Media massa gempar, mereka membuatnya menjadi cerita besar menyeramkan. Tentu tidak diperlihatkan identitas tentang tersangkanya, atau bagaimana latar belakang dan sekolah tempatnya belajar. Sebagai bentuk perlindungan terhadap tersangka anak di bawah umur, meski sama sekali kurasa Shuuya tak butuh itu. Karena sebagai orang yang mencolok, rumor merebak cepat dan seluruh kelas mengetahui semua itu adalah perbuatan Shuuya.
Hukuman yang diberikan pengadilan hanyalah, untuk Shuuya menulis beberapa kata penyesalan kemudian diucapkan, serta berjanji tidak akan mengulanginya. Nampaknya rencana Shuuya berjalan sesuai, sesuai dengan harapannya. Juvenile law benar-benar melindunginya.
Di sini, di Jepang. Kami mengenal keringanan hukum untuk tersangka anak di bawah umur. Sebrutal apapun perbuatan yang dilakukan, berapa besar pun merugikan yang lain. Tidak akan ada hukuman berat untuk tersangka jika umurnya masih di bawah 14 tahun.
Menyenangkan, bukan? Kau bisa membunuh dan menyakiti siapa pun, menggunakan apapun, kapan pun, dengan alasan apa pun. Kau bisa gunakan tongkat base ball mu, pisau di rumahmu atau bahkan hanya tangan kosong. Dan kau tak akan mendapatkan hukuman berat karenanya.
Hal yang paling membuat kami tertegun setelah semua adalah, setelah kejadian besar menyeramkan yang terjadi. Shuuya tetap datang ke sekolah, menjalani kehidupannya seolah tak terjadi apa-apa. Sama sekali, tidak terlihat penyesalan dalam atas apa yang dilakukannya.
Dengan normal, tidak ada yang menyukai seorang pembunuh. Maka di awal Maret hukuman terhadap Shuuya berlangsung atau bisa kau bilang bullying, tapi kadarnya lebih tinggi. Karena semua orang bergerak, mulai dari merusak dan membuang barang-barangnya, mencoret bangku dan mejanya, memasukkan sampah di lokernya dan semua hal yang mungkin membuat Shuuya terganggu.
Bahkan, saat istirahat dan olahraga mungkin seperti neraka baginya, semua orang berlomba untuk menyakiti dengan alasan membuatnya jera. Kau akan lebih bahagia ketika melempar bola ke kepalanya dari pada ke dalam ring, kau akan lebih serius untuk mencari dan menabraknya atau menendangnya hingga jatuh dari pada mengejar bola itu sendiri.
Kemenangan mutlak untuk menyakiti dan menghukum seorang pembunuh. Katanya semakin kau menyakiti pembunuh, kau adalah orang baik yang peduli pada kesejahteraan manusia.
Menyaksikan itu semua, terjadi berulang di setiap hari. Kupikir mereka semua tidak berbeda dari seorang pengecut, pengecut yang dibayangi rasa takut akan hidup dengan kisah menyeramkan.
Orang-orang seperti itu…
Useless…
Seperti sampah,
Kau tak bisa mengatakan bahwa ia sampah, namun ketika kau membuangnya di tempat yang benar maka ia akan tahu bahwa dirinya hanyalah sampah.
Satu hal yang aku lakukan hanyalah, menyadarkan orang bodoh bahwa dirinya bodoh.
Kemudian pada bulan Juli, seorang guru yang tidak mengetahui apa-apa. Memarahi kelas karena kejadian bully terhadap Shuuya. Semua yang dikatakannya, hanya seperti kata-kata tak berguna yang membuat semua hal bahkan, tidak sama sekali berjalan lebih baik.
“Saya mendapat laporan bahwa di kelas ini ada bulying yang dilakukan terhadap Shuuya Watanabe” ujarnya seolah tahu apa yang sesungguhnya terjadi “Saya rasa ini adalah kecemburuan karena Shuuya yang selalu mendapat predikat siswa terpintar setiap tahun”
Semua yang dikatakannya sama sekali salah.
“Kepintaran Shuuya hanyalah kemampuan individu yang unik. Kalian pun sama, kalian punya kemampuan individu juga!”
Kemampuan Individu untuk menyakiti yang lebih lemah darimu..
Kemampuan Individu untuk melupakan hal yang tidak ingin kau hadapi..
“Aku menunggu kalian, tunjukan padaku kemampuan individu yang kalian miliki, dengan usaha yang benar”
Setelah itu, bully malah menjadi semakin brutal. Bahkan tidak hanya menyerang Shuuya. Tapi semua yang tidak ikut menghukum, mendapat bully juga karena dianggap bersekongkol dengannya. Aku tidak begitu peduli dengan para korban juga para tersangka, aku hanya terganggu dengan kelas yang tidak punya ketenangan sama sekali.
Kemudian di akhir Juli, Shuuya menjadi sangat menyeramkan. Ia yang selama ini hanya diam atas perlakuan buruk terhadapnya, kini menyerang tiga orang di kelas yang paling parah menyiksanya. Ketiga orang itu sempat dirawat untuk beberapa minggu dan kemudian pindah sekolah. Shuuya mengancam bahwa ia akan mencoba eksekusi mesinnya pada semua orang di kelas jika mereka tetap berbuat hal buruk padanya.
Semua orang takut, mereka bahkan tidak melaporkan kejadian ini pada siapa pun. Hingga pada bulan Agustus, tidak ada lagi yang berani menyerang Shuuya.
Aku tidak menyangka bahwa orang-orang bodoh itu sebegitu takutnya terhadap kematian, padahal sebagian besar dari mereka sering mengatakan ingin mati dengan begitu mudahnya.
Mereka mengumpat kasar tentang ketidakmengertianku akan berharganya kehidupan. Lantas bagaimana dengannya? Orang yang menghabiskan waktu terobsesi untuk menikah dengan Johnny’s Jr, kemudian terjebak dalam mimpi semu dan dunia kecil yang dibuatnya sendiri. Atau mereka yang berharap bisa bergabung dan memimpin yakuza. Menyedihkan.
Jika aku benar-benar ingin menyingkirkan seseorang, maka aku akan melakukannya
dengan kemampuan dan tanganku sendiri.
Akhir Agustus, Shuuya menghilang. Tidak ada satupun kabar darinya. Namun tak seorang pun yang terlihat khawatir atau mencarinya. Melihat blog Shuuya yang masih terus diperbaharui, aku hanya yakin bahwa ia masih hidup.
Suasana kelas tidak jauh berbeda, hanya mungkin terlihat lebih ceria dari biasanya. Mungkin karena perasaan takut mereka hilang atau karena ingin menyembunyikan semua kenyataan lalu dan menguburnya dalam-dalam untuk menganggapnya sebagai mimpi yang tak pernah terjadi di kehidupan nyata. Kenyataan bahwa kami memiliki seorang pembunuh sadis di kelas memang cukup membuat tidak nyaman.
Hingga saat ini, aku tidak pernah melihatnya lagi. Bahkan mendengar sedikit pun kabarnya, dan blog dirinya pun sudah lama menghilang. Semua orang melupakannya segera, setiap hal yang berhubungan dengan Shuuya Watanabe, tak ada yang mengungkitnya lagi. Aku ragu jika mereka benar-benar amnesia. Itu mungkin cara untuk menghindari hal yang mereka tak mau mengingatnya.
Mungkin Shuuya tengah merestart kehidupannya dari awal atau ia memang telah benar-benar tidak lagi di dunia. Semakin lama, aku hanya berpikir apakah orang bernama Shuuya benar-benar pernah ada. Seiring berjalannya waktu, jika tetap tak ada yang berbicara tentangnya. Kurasa Shuuya Watanabe akan hilang begitu saja, baik di kehidupan nyata atau bahkan di masa lalu kami yang pernah berinteraksi dengannya.
Shuuya Watanabe, orang yang begitu ingin menyingkirkan semua orang. Tanpa sadar, ia telah menyingkirkan dirinya sendiri.
‘Pop’
I heard it too…
The sound of something important to you disappearing.


Tahun pertama
Aku disini. Duduk di bawah batang pohon bunga Sakura dengan mahkota bunganya yang berwarna putih. Terbayang wajahmu, yang sekarang entah dimana.
Angin musim semi berhembus. Membuat ranting-ranting pohon itu bergoyang. Hanya hembusan pelan, tapi beberapa kelopak bunga Sakura terlepas dari rantingnya. Melayang-layang, sebelum akhirnya jatuh tepat di pangkuanku. Musim semi yang sama dengan tahun lalu. Tapi terasa berbeda tanpa adanya kau.
Teringat musim semi terakhir yang kita rayakan bersama. Disini. Di bawah pohon bunga Sakura ini. Dengan perasaan bahagia, merayakan hari kelulusan kita berdua.
Satu tahun berlalu, tapi aku masih ingat betul kejadian malam itu. Ditengah perasaan suka cita, kau bilang padaku akan pergi ke tempat yang jauh.
Bahkan aku masih mengingat angin musim semi yang berhembus kala itu. Hening setelah kau berkata tadi. Hening yang tidak pernah muncul sejak kita berdua menjadi sepasang sahabat. Ingin sekali aku menangis dan berkata apapun untuk mencegahmu pergi. Tapi aku tidak bisa. Itu pilihanmu.
“Aku akan menemuimu lagi, tepat saat masih ada bunga Sakura warna putih di pohon ini.” Kau menghapus butiran bening yang terlanjur berguguran dari mataku. Saat itu aku hanya bisa mengangguk.
“Ashita ne.” Kau dan aku. Kita mengucapkan itu sebagai salam perpisahan. Meski aku tidak tau, besok seperti apa yang akan mempertemukan kita.
Tahun kedua.
“Pesawat kertas itu akan terbang jauh. Membelah cakrawala. Membawa serta mimpi kita yang tertulis disana,” katamu.
Musim semi kesekian yang kita habiskan sebagai sepasang sahabat. Kita sedang duduk bersama di bawah pohon bunga Sakura putih ini. Pertengahan musim semi. Bunga-bunga Sakura sedang tumbuh subur menyelimuti pohon yang selama tiga musim lainnya selalu meranggas. Memandang lembah yang jauh dari atas bukit, tempat pohon Sakura ini tumbuh.
Masih teringat ucapanmu, saat kita baru saja menerbangkan masing-masing satu pesawat kertas. Kau bilang, semua mimpi yang kutulis disana akan terkabul.
Dan di dunia ini, aku hanya punya satu mimpi. ‘Aku ingin berada di sampingmu Selamanya.’
Tapi tidak seperti katamu tadi, angin musim semi tidak mengabulkan permintaanku.
Tahun kedua. Dan kau belum juga kembali.
Tahun ketiga.
Bunga-bunga Sakura bermekaran, lalu gugur. Persis seperti anganku untuk bertemu denganmu yang mekar di awal April, lalu rontok berguguran di akhir bulan. Habis tak tersisa bersamaan dengan Sakura putih yang terus menerus rontok tak berhenti. Kini bunga-bunga itu hanya meninggalkan sebatang pohon kering. Pohon itu harus menunggu tiga musim lagi untuk dapat mekar. Bersamaan dengan mekarnya harapku untukmu.
Sekali lagi, berada di tempat ini membuatku kembali teringat denganmu. Saat pertemuan pertama kita. Kau ingat?
Awal musim semi. Bunga-bunga sudah mulai bermekaran di seluruh Jepang, tapi tidak dengan bunga Sakura. Masih beberapa minggu lagi untuk pohon itu memekarkan bunga-bunganya yang indah.
Pertemuan pertama kita 10 tahun yang lalu. Musim semi pertamaku di kota indah ini, Nagano.
Aku berjalan riang menuju sebuah toko serba ada. Membawa daftar panjang belanjaan di tangan kanan, dan beberapa lembar uang Yen di tangan kiri. Kuncir dua rambut sepinggangku melambai. Dipermainkan angin.
Hari pertama kepindahanku ke kota ini, Nagano. Sebuah perfektur yang dilindungi ratusan gunung kekar dengan pemandangannya yang indah.
Ayah, ibu, dan aku, saat itu kami baru saja selesai menurunkan seluruh kardus barang-barang dari atas truk.
Kepindahan yang memlelahkan. Tadotsu—Nagano, lintas pulau Shikoku—Honsu. Masih banyak yang harus dilakukan, tapi matahari sudah harus tenggelam. Belum lagi ada beberapa benda yang harus dibeli. Dan saat itulah aku menawarkan diri untuk berbelanja.
Awalnya ayah dan ibu sangsi, melihatku yang hendak berbelanja seorang diri. Tapi demi melihat kesungguhanku, maka berangkatlah aku yang kala itu masih berusia 10 tahun. Seorang diri menuju sebuah toko yang telah ditunjukan ibu sebelumnya.
Belanja ternyata mudah, itulah yang ada dipikiranku saat hampir semua barang dicatatan sudah berpindah ke dalam keranjang belanjaan. Bagaimana tidak? Aku hanya perlu mengambil barang yang ada didaftar, lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah itu, beres!
Di catatan belanjaanku hanya tinggal satu barang lagi, sebungkus roti gandum.
Aha, itu dia, aku memekik dalam hati saat melihat barang terakhir itu tersandar disalah satu rak toko. Tinggal satu bungkus.
Saat itulah aku pertama kali melihat mata abu-abumu. Tapi sayang, tidak dengan situasi yang menyenangkan.
Kau pasti selalu tertawa jika kita mengingat kejadian ini.
Kita berdua berebut roti gandum terakhir tadi.
Akhirnya setelah paman pemilik toko itu turun tangan, Akulah yang berhak mendapat roti gandum terakhir.
Kau merengut. Kesal. Pipi bulatmu terlihat sangat menggemaskan kala itu.
Aku tersenyum. Puas.
Saat berjalan riang keluar dari toko serba ada itu, aku baru menyadari sebuah masalah.
CELAKA!!! Aku lupa jalan pulang!!
Aku sudah melupakan kantung belanjaan saat itu. Menangis tersedu di bawah temaram lampu jalan trotoar yang menghiasi malam.
Dan disaat itulah kau muncul.
Angin musim semi mempermainkan rambut cokelat tuamu. Lensa mata kelabumu terlihat berkilat-kilat diterpa temaram lampu jalan. Ah, bahkan saat berusia 10 tahun saja kau sudah tampak mempesona.
Sempat aku berfikir, kau akan meledekku yang sedang menangis ini. Atau paling tidak kau berpura-pura tidak melihatku. Karena bagaimanapun akibat akulah kau tidak mendapatkan roti gandum terakhir tadi.
Tapi tidak. Kau malah berjongkok di sampingku. Bertanya mengapa aku menangis. Dan disaat aku menceritakan masalahku, kau berbaik hati menemaniku menghabiskan malam.
Berjanji mengantarku pulang — nanti — saat matahari sudah muncul.
Duduk di bawah pohon Sakura berkelopak putih yang saat itu bunganya belum bermekaran.
Pertemuan pertama kita. Aku tidak pernah menduga, ternyata setelah itu masih banyak pertemuan-pertemuan kita yang lainnya.
Tahun keempat
Aku ingin menjadi sesuatu yang berharga dalam hidupmu.
“Aku ingin seperti bunga Sakura,” ucapmu padakku.
Saat itu entah sudah musim semi keberapa yang kita habiskan bersama. Usia kita sama-sama 15 tahun. Dengan pohon bunga Sakura putih itu yang masih setia menemani persahabatan kita.
Aku menoleh, bingung. “Mengapa? Bukankah jika kita seperti bunga Sakura, hidup kita tidak akan bertahan lama?”
Saat itulah kau tersenyum. Sebuah taring kanan atasmu yang sedikit maju terlihat. Gingsul membuat senyumu semakin manis. “Memang.”
“Lalu, mengapa kau masih ingin menjadi seperti bunga Sakura?”
“Karena kau tau? Meski bunga Sakura hanya berumur pendek tapi kehidupannya benar-benar berharga.” Sekelopak bunga Sakura mendarat tepat di atas pangkuanmu. Kau memungutnya, lalu menunjukannya padaku. “Lihat! Bunga ini memang kecil, tapi harga pelajaran yang diberikannya itu sangatlah besar.”
Aku ikut memperhatikan bunga yang kau pungut itu.
“Seperti katamu tadi, bunga Sakura memang hanya berumur pendek. Tapi dibalik itu semua Tuhan menciptakan bunga kecil indah ini berumur pendek bukan tanpa alasan. Dibalik kelopaknya yang kecil nan rapuh dan hidupnya yang singkat, dia mengingatkan kita tentang hidup yang hanya sebentar.”
Aku memandangmu. Takjub.
“Selain itu, bunga ini juga mengajarkan kita kesabaran. Kau tau berapa lama bunga Sakura mekar sebelum akhirnya gugur?” aku mengangguk untuk pertanyaan itu. “Tidak lebih lama dari satu bulan. Sedangkan dia menunggu untuk dapat mekar selama lebih dari tiga musim.”
Sekelopak bunga Sakura gugur diatas pangkuanku.
Aku ingin menjadi sesuatu yang berharga dalam hidupmu.
Dan saat itulah aku memutuskan untuk menjadi bunga Sakuramu.
Tahun kelima
Ah… tidak terasa sudah lima tahun aku menghabiskan musim semi disini tanpa dirimu.
Sekelopak bunga Sakura dengan mahkota warna putih terlepas dari ranting pohon yang menaunginya. Angin musim semi yang membuat kelopak bunga rapuh itu terjatuh. Angin yang sama yang membelai rambut sebahu milikku saat ini, yang membuatku semakin teringat dengamu.
Ah ya, aku teringat saat hari kelulsan. Siang di hari yang sama dengan malam perpisahan yang menyakitkan itu.
Kau duduk di bangku taman halaman sekolah. Menatap hiruk pikuk teman-teman yang saling mengucapkan salam perpisahan. Awal April. Baru sedikit kelopak bunga Sakura yang mekar Aku menghampirimu.
Kita duduk bersisian. Angin musim semi membelai rambut pirangku. Seakan berbisik, inilah waktu yang tepat. Aku akan mengungkapkan perasaan ini padamu.
Ya, karena aku mencintaimu, sahabatku.
Oke, ini memang terdengar klise. Persahabatan yang kemudian berubah menjadi cinta. Jika mereka memiliki perasaan yang sama, maka jadilah sepasang kekasih. Tapi biasanya cerita cinta seperti ini tidak akan berlangsung lama. Salah satu dari mereka pasti akan menyadari lebih baik menjadi sahabat daripada kekasih. Atau jika salah satu dari mereka tidak memiliki perasaan yang sama, maka hancurlah persahabatan itu.
Tapi peduli setan dengan itu semua! Aku tetap akan menyatakan perasaanku.
“Nanti malam. Pukul tujuh. Seperti biasa.” Kau bicara mendahuluiku.
Aku kembali menelan ucapanku yang hampir termuntahkan keluar.
Nanti malam. Pukul tujuh. Seperti biasa, aku tau persis maksud kalimatmu ini. Kau memintaku datang pukul tujuh malam ini, di bawah pohon bunga Sakura putih itu.
Lalu kau berdiri, tersenyum, sebelum meninggalkanku. Beberapa orang gadis baru saja memanggilmu untuk berfoto bersama.
Memintamu. Bukan memintaku. Padahal mereka sama-sama teman sekelas kita.
Ya… kau sahabatku, pemuda popular dan tampan. Tidak seperti aku gadis kuper dan kutu buku.
Angin musim semi berhembus. Menerbangkan potongan-potongan kalimat yang barusaha hendak aku muntahkan di hadapanmu.
Tidak kali ini.
Mungkin nanti malam.
Tahun keenam
Sejujurnya aku tidak tau persis, kapan perasaan seperti ini pertama kali muncul. Yang jelas musim semi satu tahun sebelum kelulusan, saat para gadis pemujamu itu datang berbondong-bondong menggerubungi kita. Aku yang sedang duduk di taman bersamamu, harus terusir karena kerumunan gadis-gadis itu.
Saat itulah perasaan aneh muncul. Perasaan aneh yang bahkan tidak bisa dijelaskan oleh seseorang yang memiliki IQ 150 sepertiku. Perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Bahkan perasaan itu tidak ada dalam rumus di buku Fisika atau Matematika manapun. Percampuran perasaan marah, kesal, iri.
Marah. Aku marah, karena mereka mengusirku bergitu saja.
Kesal. Entah kenapa hati kecilku seakan berkata, kau milikku dan bukan mereka!
Iri. Tapi di waktu yang sama aku juga sadar. Mereka jauh lebih cantik dan popular dariku. Dan pastinya kau yang tampan akan lebih memilih mereka dibanding aku yang kutu buku ini.
Tapi aku salah.
Keesokan harinya. Bunga Sakura warna putih mekar di atas bukit tempat kita menghabiskan waktu bersama. Sepanjang petemuan kita sore itu, kau terus bercerita tentang ketidaksukaanmu pada gadis-gadis itu. Kau bilang benci jika harus berada dekat dengan para gadis.
“Apakah kau juga benci berada di dekatku?” Kau menoleh. Seakan baru sadar, aku sebagai sahabatmu, yang saat ini duduk bersebelahan dengan kau, juga adalah seorang gadis.
“Tidak.” Kau diam sesaat. Tapi kalimatmu selanjutnya seakan menjadi pintu gerbangku menuju perasaan itu. “Karena kau special.”
Tahun ketujuh
Ah… sekali lagi aku hanya bisa menghela nafas.
Awal musim semi tahun ketujuh tanpamu. Aku disini, di bawah pohon Sakura dengan daun yang tumbuh rimbun, tanpa bunganya yang berwarna putih. Masih beberapa hari lagi untuk bunga-bunga putih itu bermekaran.
Kau tau? Musim semi menumbuhkan dua buah perasaan yang bertolak belakang di hatiku. Senang, sekaligus takut.
Aku senang. Jelas. Karena disaat bunga-bunga Sakura itu bermekaran, disaat itu pulalah bunga anganku untu bertemu denganmu juga mekar.
Tapi aku juga takut. Takut sekali jika ternyata perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan. Perasaan cinta ini, hanya aku yang merasakannya.
Aku takut. Selama tujuh tahun menunggumu disini, hanya hampa yang menyapaku saat kau kembali. Hampa karena saat itu aku tau, kau tak lagi bisa kugapai. Karena sudah ada orang lain di hatimu. Aku lebih senang menunggu tanpa kepastian darimu. Setidaknya dengan begitu aku masih bisa berharap denganmu.
Bertahun-tahun bersahabat dengan kau, tak pernah ada gadis lain yang dekat denganmu selain aku. Dekat saja tidak ada, apalagi menjadi kekasih. Membuat benih harapan langsung saja tumbuh subur di hatiku. Setidaknya aku masih bisa bermimpi untuk menjadi kekasihmu.
Tapi akankah mimpi itu masih ada jika kau kembali?
Tahun kesepuluh
Apakah kau masih ingat denganku?
Tidak terasa ya… sudah sepuluh tahun sejak kau pergi. Sudah sepuluh tahun pula aku menghabiskan musim semi yang selalu indah ini, hanya dengan duduk di bawah pohon Sakura putih. Menunggu janjimu yang akan datang saat masih ada kelopak bunga putih di pohon ini.
Tapi anganku seakan pupus begitu saja. Hanya tinggal satu kelopak bunga Sakura lagi yang menggantung di ujung pohon itu. Aku tau, satu tarikan nafas dari tuan angin akan menggugurkannya. Dan saat itulah, anganku untuk bertemu dengamu tahun ini juga gugur.
Waktu terus berputar, membiarkanku yang seakan terus menunggu tanpa akhir. Jingga sudah membungkus cakrawala. Kelopak terakhir bunga Sakura itu masih mengayun-ayun lembut dipermainkan angin. Belum melayang-layang jatuh.
Aku bangkit dari dudukku. Menghela nafas, lalu mendongak ke arah kelopak terakhir bunga yang masih mengayun di atas pohon itu.
Mungkin bukan tahun ini. Aku berbalik, hendak pergi. Berharap tahun depan masih ada bunga Sakura putih dan angin musim semi di tempat ini.
“Ayame!!!”
Jantungku berhenti berdetak saat itu juga.
Suara itu. Meski sudah sepuluh tahun tidak mendengarnya, suara itu masih terdengar sama. Serak. Basah. Menyenangkan.
“Aoyama!!!” aku berbalik, lalu menghambur ke arahmu. Ternyata kau menepati janjimu. Kau muncul tepat saat kelopak terakhir Sakura putih itu masih menempel di pohonnya
Kristal bening berguguran dari pelupuk mataku. Sedih. Senang. Terharu. Semua menjadi satu. Aku menangis dalam bahumu. Kau membelai rambutku lembut, selembut angin musim semi.
“Gomen aku telah mengingkari janjiku dulu.”
“Tidak.” Aku menggeleng. Membuat Kristal bening lain gugur dari bola mataku. “Kau tetap menepati janjimu,” bisikku lirih.
Beberapa menit berlalu. Tangisku mereda. Kau melonggarkan sedikit pelukan di antara kita.
Saat itulah mata kelabumu menatap lensa hitam milikku. Ah… tatapan yang sejak dulu sudah memesonakan aku.
Setelah basa-basi sebentar, tiba-tiba kau berbicara. “Oh ya, aku mau kau berkenalan dengan seseorang.”
Deg. Seseorang? Siapa? Apakah salah satu gadis pemujamu saat SMA dulu? Atau ada gadis lain?
Ah, harusnya aku tidak berharap banyak darimu. Kau tampan. Pasti ada banyak gadis diluar sana yang berebut untuk jadi kekasihmu. Aku yakin sekali, gadis-gadis itu pasti sangatlah cantik—cocok berdampingan denganmu yang tampan.
“Siapa?” aku bertanya meski tidak ingin mendengar jawabannya.
Kau tersenyum. Lalu seorang pria berambut emas dipotong pedek muncul dari balik punggungmu. Tingginya sejajar dengan kau, dan itu artinya aku yang pendek ini harus mendongak demi melihat wajahnya lebih jelas. Ah… pria itu juga memiliki lesung pipi rupanya. Manis. Tapi tetap kalah manis dengan gingsul di gigimu itu.
Aku menghela nafas—sedikit—lega.
“Ryuu perkenalkan ini Ayame.”
Pemuda bernama Ryuu itu mengulurkan tangannya. “Jadi ini gadis yang kau ceritakan pernah berebut roti denganmu.” Tertawa. Kau juga.
Demi kesopanan aku tertawa.
“Ayame, perkenalkan ini Ryuu—” Aku menyambut uluran tangan kekar pemuda itu. Angin musim semi berhembus, menggugurkan kelopak bunga Sakura terakhir. Dan kalimatmu selanjutnya juga berhasil menggugurkan anganku. “Kekasihku…”
Aku kembali tertawa. Kini perih.
Jadi selama ini, aku menunggu dan mencintai seorang pria g*y?!
Dadaku sesak. Sungguh!! Masih jauh lebih baik ditolak, dibanding kenyataan bahwa seseorang yang dicintai ternyata g*y.
Dan saat itu aku berharap bumi menelanku bulat-bulat.